Landasan menjadi seorang Indonesia

Indonesia adalah bangsa yang plural, multikultural, multietnik, dan multiagama. Maka tugas kitalah menjaga kerukunan, perdamaian, dan menghindari terjadinya konflik. Asas tunggal yang menjadi landasan Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Menjadi Indonesia sering dikaitkan dengan nasionalisme. Nasionalisme merupakan paham yang percaya bahwa perbedaan di sebuah negara harus dipersatukan. Dengan adanya landasan dasar negara, semua aspek dapat dipersatukan menjadi Indonesia yang utuh.

Menurut Sri Sultan, masyarakat Indonesia masa kini, sesungguhnya bukan lagi konstruksi pluralisme tradisional suku, agama, atau ras, tetapi konstruksi neo-pluralisme. Artinya, struktur kemajemukan masyarakat saat ini tidak lagi bersifat massa, tetapi makin spesifik, terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil atau neo-tribal. Dengan demikian peta pluralisme menjadi demikian kompleks. sehingga membawa kepentingan yang semakin terfragmentasi. Demikian pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X saat peluncuran bukunya Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, Sabtu (15/3) di Auditorium Pascasarjana UGM (http://www.ugm.ac.id/).
Politik identitas dalam format identitas suku, daerah, ras, dan agama juga mudah menguat. Bahkan tuntutan pemekaran daerah pun sering dipicu oleh menguatnya politik identitas. Suatu daerah, kota, provinsi, atau bahkan kepulauan pun akan menuntut identitasnya dalam suatu negara jika negara tersebut mengarah pada pembentukan sebuah logosentrisme yang mengasumsikan suatu eksklusifisme dan inklusifisme.
Jika hal tersebut tidak berhasil didayagunakan menjadi modal sosial, maka kemajemukan bangsa bukan saja tidak akan memberikan kontribusi apapun bagi pembentukan ke-indonesiaan, tetapi juga dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dan eksistensi Republik. Atau, merujuk pada pendapat Benedict Anderson, yaitu bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang baru terbayang, imagined. Akibatnya, seperti yang tampil saat ini, bangsa Indonesia terkotak-kotak sehingga identitas ke-indonesiaannya pun rapuh.
Rapuhnya ke-indonesiaan kita, di mata dunia pun kita juga dianggap sebagai negara yang baru terbayang. Banyak dari warga negara asing yang tidak mengetahui keberadaan kita. Satu-satunya “kotak” dari negara kita yang dipandang dunia hanyalah Pulau Bali yang eksotis. Banyak dari mahasiswa Indonesia yang belajar diluar negeri harus menjelaskan apa itu Indonesia, dimana, dan seperti apa.
Saat Indonesia sedang membangun demokrasi untuk menguatkan identitas ke-indonesiaan, warganya dikecewakan oleh sikap kalangan elite politik. Adanya korupsi yang sudah mengakar, sehingga menjadi sebuah “budaya negara” yang sulit untuk membenahi sistem tersebut.
Disebutkan dalam UUD 1945, pemerintah negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Negara Indonesia itu perwujudan dari kedaulatan rakyat.
“Semestinya para elite kita bekerja untuk mewujudkan semua tujuan bernegara itu. Kesampingkan berbagai kepentingan pribadi, termasuk pertai politik, demi memperjuangkan tujuan berbangsa yang lebih besar,” hal itu disampaikan sejarawan dan mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Taufik Abdullah, di Jakarta ( http://www.kompas.com/).
Kembali ke nasionalisme, agar negara yang penuh dengan keragaman, masyarakatnya bisa hidup dalam persatuan dan keharmonisan. Maka harus ada media pemersatu, contohnya di Amerika Serikat. Negara para imigran dipersatukan lewat olahraga. Saat dunia punya Football, Amerika menciptakan American Football. Football tidak hanya mengakomodir imigran-imigran lain yang tidak merasa sebudaya dengan football-nya inggris. Juga Basketball yang merupakan produk asli Amerika. Lewat olahraga, semua imigran berpartisipasi lewat “produk bersama” sehingga persatuan itu muncul. Itu hanya segelintir contoh di Amerika.
Di Indonesia sendiri wujud Nasionalisme-nya seperti apa?
Jawabannya: PANCASILA. Dasar negara, tempat di mana semua suku, agama, keragaman, berpijak. Dasar yang mempersatukan perbedaan kita. Setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khasnya masing-masing, tapi kita tetap satu, bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia.
Jika tidak ada yang membayangkan akan ada negara bernama Indonesia maka negara itu tidak akan ada. Faktanya, sekarang negara itu sudah kita bayangkan dan menjadi negara yang kita tinggali saat ini. Mengesampingkan kepentingan pribadi dan benar-benar menjadi seorang Indonesia dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, apakah sebuah tugas yang berat bagi warga negaranya?
Daftar Pustaka
http://nasional.kompas.com/read/2011/08/15/23104817/Nasionalisme.Perlu.Keteladanan.Elite (diunduh pada tanggal 22 September, pukul 11:13)
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1251 (diunduh pada tanggal 23 September 2011, pukul 12:26)

3 thoughts on “Landasan menjadi seorang Indonesia”

  1. Quoted:
    “…Banyak dari warga negara asing yang tidak mengetahui keberadaan kita. Satu-satunya “kotak” dari negara kita yang dipandang dunia hanyalah Pulau Bali yang eksotis. Banyak dari mahasiswa Indonesia yang belajar diluar negeri harus menjelaskan apa itu Indonesia, dimana, dan seperti apa….”

    kayak ceritanya sensei yoo

Leave a comment